Sunday 5 June 2011

Posisi Strategis Indonesia dalam World Ocean Conference (WOC) Manado

( Oleh : I Nyoman Budi Satriya)

(This Article also Published in http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20090505071527)

Seiring akan digelarnya WOC (World Ocean Conference) dan CTI (Coral Reef Triangle Initiative) di Manado pada tanggal 11-15 Mei 2009, yang akan diikuti  setidaknya 4900 peserta dari dalam dan luar negeri serta perwakilan dari 121 negara, Indonesia dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting selaku posisinya sebagai tuan rumah, Indonesia hendaknya memainkan peranan lebih besar  terutama dalam hal membahas beberapa isu sentral di bidang kelautan, yang terkait dengan masalah lingkungan laut, terutama masalah ancaman pemanasan global dan perubahan iklim. 
  
World Ocean Conference
 (WOC) merupakan pertemuan tingkat tinggi kepala pemerintahan yang memiliki wilayah laut dan pantai atau menjadi bagian dari komunitas kelautan dunia, yang diadakan untuk membahas masalah-masalah kompleks yang berkaitan dengan dunia kelautan internasional, seperti penurunan secara kualitatif dan kuantitatif sumberdaya kelautan dan perikanan, antara lain, terjadi penangkapan yang berlebihan, pencemaran laut dan global warning, laut sebagai harapan masa depan yang diterima secara absolut untuk menunjang masa depan (perubahan paradigma), dan kecenderungan terjadinya masalah geopolitik yang bersumber dari laut. 
     
Hadirnya WOC di Manado diharapkan sebagai momentum kebangkitan negara-negara kepulauan dan pantai di seluruh dunia dengan dirumuskannya kebijakan yang memberikan harapan baru terhadap pembangunan, pengembangan kelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya kelautan, dan revitalisasi konsep pembangunan kelautan di seluruh dunia. Indonesia dalam hal ini berhak mengupayakan kepentingan strategis jangka panjang sehingga memperjelas peranan Indonesia dalam kancah kebijakan kelautan perikanan dunia yang menguntungkan bagi kelangsungan dan kelestarian sumberdaya lautnya, WOC merupakan peluang emas bagi Indonesia selaku tuan rumah untuk secara lebih utuh dan menyeluruh memperjuangkan kepentingan nasionalisme, politik, dan pertahanan keamanan, melalui upaya diplomasi luar negeri.
     
Dikoreksinya panjang garis pantai Indonesia oleh PBB pada tahun 2008 lalu yang semula 81.000 km menjadi 95.181 kilometer (www.dkp.go.id), makin memperkuat eksistensi Indonesia sebagai salah satu negara maritim besar di dunia, yang memiliki garis pantai terpanjang keempat setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia, tapi dalam rangka perumusan kebijakan internasional posisi Indonesia belumlah cukup berperan, terbukti walaupun Indonesia ikut membidangi kelahiran World Trade Organization (WTO) pada tahun 1993, posisi negara-negara berkembang di seluruh dunia termasuk Indonesia mengalami kemunduran karena akhirnya menerima liberalisasi lebih luas di sektor kelautan dan perikanan yang dicanangkan WTO, sehingga, eksploitasi sumberdaya perikanan untuk kebutuhan ekspor ini mengabaikan ancaman krisis ikan nasional maupun global, dan sangat kontraproduktif  dengan kebutuhan dasar nelayan tradisional kita yang hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam hal pemenuhan hak mereka terhadap akses dan kontrol sumberdaya pesisir dan laut, menuju kesejahteraan yang lebih baik.     

Masalah-masalah seperti inilah yang sangat relevan untuk dijadikan salah satu wacana atau topik yang harus dirundingkan, dimana Indonesia dapat menjadi wakil dari negara-negara berkembang, untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi mereka, sehingga tidak terus menerus didikte oleh negara-negara maju, yang kerap memenuhi konsumsi produk-produk perikanan dalam negerinya dengan memojokkan negara-negara berkembang yang memiliki potensi kelautan besar seperti Indonesia.           
     
Di sisi lain, adanya asumsi atau anggapan bahwa konferensi kelautan dunia ini menjadi pijakan bagi Negara-negara kelautan maju untuk lebih memperkuat dominasinya dalam eksploitasi perikanan di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Terlepas dari benar tidaknya asumsi tersebut, mari kita melihat konsep awal diselenggarakannya WOC ,yaitu memfokuskan pembahasan pada agenda-agenda kelautan yakni ; Tata kelola kelautan (Ocean governance), Pengelolaan lingkungan laut berkelanjutan (Ocean environment and sustainability), Mitigasi Bencana laut (ocean disaster mitigation) dan  laut sebagai harapan masa depan (Ocean as the next Frontier), sedangkan agenda-agenda lain yang dipandang lebih layak untuk dibahas sebagai isu-isu kelautan yang menyentuh kehidupan lapisan masyarakat bawah seperti nelayan dan masyarakat pesisir malah tidak masuk dalam agenda sama sekali, seperti kerusakan ekosistem pesisir dan terumbu karang, yang lebih banyak disebabkan oleh kecerobohan dan ketidaksadaran manusia dalam hal pengelolaannya. Isu-isu lingkungan seperti ini hendaknya ditindaklanjuti dengan arif dan bijak, sehingga dicapai jalan keluar permasalahannya. Pemerintah Indonesia malah lebih mengarahkan pembahasan pada agenda pembangunan skema pendanaan bagi isu penyelamatan perubahan iklim melalui sektor kelautan, yang rawan terkait dengan bidang-bidang lain, serta menimbulkan tarik menarik kepentingan nasional masing-masing negara, sehingga negara-negara maju cenderung untuk tetap ingin memelihara dan mempertahankan hegemonitasnya terhadap dunia kelautan negara-negara berkembang.             
     
Jadi dalam kapasitasnya sebagai tuan rumah, Indonesia mesti mampu secara lebih aktif menggiring perundingan-perundingan WOC yang menguntungkan bagi Indonesia, bagi penyelamatan wilayah pesisir dan kelautan yang lebih konkret dan riil bagi keselamatan kehidupan rakyat, dan keberlanjutan jasa pelayanan lingkungan.
Read More... Posisi Strategis Indonesia dalam World Ocean Conference (WOC) Manado