Tuesday 24 July 2012

Budidaya lele skala rumah tangga menggunakan kolam terpal

Budidaya lele di lahan sempit merupakan teknik budidaya yang unik, cukup kontroversial dan berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan oleh peternak lele tradisional selama ini. Luas lahan yang dibutuhkan untuk budidaya lele konsumsi di lahan sempit sekitar 6-300 m2 dengan kemampuan produksi mencapai 1 ton per 50 m2.
Penyuluh I Nyoman Budi Satriya dan Lele Kolam terpal BP3K Cakranegara
Teknik ini mengupayakan secara maksimal pemanfaatan lahan sisa yang tidak terpakai atau menganggur yang ada disekitar rumah. Misalnya, pekarangan rumah, rumah kosong, kontrakan kosong, gudang kosong, atau dak rumah yang tidak terpakai. Media yang digunakan pun tidak bersifat permanen, yakni menggunakan terpal dengan sistem padat tebar.
Kolam Terpal di Kelompok Mina Lestari Rungkang Jangkuk
Jika dikalkulasi, perbandingan pemanfaatan lahan untuk budidaya lele di lahan sempit dengan kolam konvensional sekitar 1:5. Artinya, 1 m2 kolam terpal setara dengan 5 m2 kolam di lahan luas atau kolam biasa. Hal ini menjelaskan bahwa per 50 m2 lahan sempit setara dengan 250 m2 lahan luas.

Kolam terpal di Halaman Pendopo Walikota Mataram
Budidaya semacam ini cocok bagi mereka yang mempunyai lahan yang sangat terbatas, terutama di perkotaan atau permukiman padat. Teknik ini bisa juga diterapkan oleh peternak bermodal besar dan mempunyai lahan luas, tetapi ingin tetap memaksimalkan fungsi lahan dan meningkatkan produksi ikannya.
Kolam Terpal di Kelompok Sehati Karang Kemong
Dalam usaha meningkatkan hasil produksi dan mengurangi resiko kegagalan atau tingkat kematian benih, sistem budi daya ini menggunakan alat bantu aerator, yaitu mesin pembuat pembuat gelembung untuk meningkatkan kadar oksigen air. Penggunaan mesin gelembung ini juga bertujuan untuk meningkatkan gairah makan benih lele yang berumur di bawah satu bulan.
Kadar oksigen yang cukup memicu gairah makan yang lebih tinggi. Dengan demikian, benih lele lebih cepat besar dibandingkan dengan teknik budi daya biasa. Selain itu, waktu pemanenan lele pun jauh lebih cepat. Penggunaan mesin gelembung ini, belum pernah diterapkan dalam budi daya lele tradisional, kecuali untuk ikan hias.
Dengan teknik ini, pada umur satu bulan, benih lele sudah bisa disortir dan dijual atau dipindahkan ke kolam pembesaran. Di kolam pembesaran ini, bibit usia 1-1,5 bulan tidak lagi diberi mesin gelembung atau aerator, karena bibit tersebut sudah cukup kuat bertahan hidup dan mampu beradaptasi. Namun, kebersihan air harus tetap dijaga agar selera makan anakan lele tetap tinggi sehingga lebih cepat besar.
Budidaya lele di lahan sempit menggunakan media berupa kolam terpal. Selain harganya murah, kolam ini juga mudah dibuat. Ukuran kolam yang digunakan tergolong kecil. Kolam untuk perkawinan dan pembesaran ukurannya relatif sama, yakni sekitar 2x3 m, 3x3 m, 2,5 x 4 m, atau tergantung bentuk lahan yang tersedia. 

Ukuran lain yang bisa digunakan di antaranya 1x2 m, 1 1/2 x 1 1/2 m, 1.5x2 atau 2x2 m. Namun untuk indukan yang berukuran besar, sebaiknya kolam perkawinan berukuran minimum 2x3 m. Jika terpaksa dan tidak ada pilihan, bisa juga menggunakan kolam berukuran 1x2 m atau 1,5 x 2 m.
Panen lele perdana oleh Bapak Walikota Mataram dan Kepala BP4K Kota Mataram di Kampung Lele, Kebon Daya Indah (KDI) Kelurahan Pagutan Barat.
Agar kuantitas air terjaga dengan baik, usahakan penggunaan air seminimal mungkin. Selain untuk penghematan, juga untuk memudahkan saat pengurasan dan pembersihan kolam. Ketinggian air kolam untuk pembenihan disarankan 10-15 cm. Pada musim hujan ketinggian air bisa lebih rendah, cukup 10 cm.  
Namun, jika kepadatan tebar benih tinggi, ketinggian air harus disesuaikan, bisa mencapai 15 cm. Untuk pembesaran, volume dan ketinggian air disesuaikan dengan usia dan ukuran tubuh lele. Ketinggian maksimum air bisa mencapai 50 cm. 
Pembuatan Kolam Terpal di halaman kantor BP4K Kota Mataram

1 comment :

Aprikull said...

cara budidaya yang menguntungkan ya