Udang windu merupakan udang asli Indonesia. Udang ini telah dibudidayakan sejak akhir 70an. Masalah utama yang dihadapi budidaya udang windu dewasa ini adalah serangan penyakit yang hingga kini masih sukar diatasi dan pencemaran lingkungan. Yang dimaksud budidaya udang windu di laut dalam tulisan ini adalah dalam bentuk pentokolan benur sebelum di tebar di tambak. Salah satu tujuan pentokolan di laut adalah untuk mengurangi mortalitas akibat serangan penyakit pada tahap awal budidaya.
A. Sistematika
Famili : Penaeidae
Spesies : Penaeus monodon
Nama dagang : tiger shrimp
Nama Lokal : doang
B. Ciri-ciri dan Aspek Biologi
1. Ciri fisik
Ujung depan rostrum lengkung mengarah ke atas dengan gigi atas rostrum 7-8 buah dan gigi bawahnya 3 buah. Terdapat sebuah duri pada buku kedua pasangan pertama dan kedua dari kaki jalannya. Buku ketiga pasangan kaki jalan pertama dilengkapi pula dengan sebuah duri. Badannya berwarna kecoklatan dengan bercak-bercak biru dan berbelang-belang.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
Udang windu mulai dewasa pada umur 18 bulan. Udang yang telah matang telur dapat dilihat dari gonadnya yang berwarna hijau di bagian punggungnya, dari mulai bagian kepala hingga pangkal ekor. Udang jantan dapat dengan mudah dibedakan dari betinanya dengan pengamatan alat kelaminnya. Udang jantan memiliki petasma yang terletak pada pasangan kaki renang pertama. Sementara itu, betina memiliki thellycum yang terletak diantara pasangan kaki jalan ke 5.
Pada saat memijah, udang jantan akan memasukkan sperma ke dalam thellycum dengan bantuan petasma-nya segera setelah udang betina berganti kulit. Udang windu memiliki daur hidup dimulai dari telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi larva pertama yang disebut nauplius (N). Nauplius terdiri dari 6 substadia, yaitu nauplius I-VI. Larva tersebut kemudia akan bermetamorfosa menjadi zoea (Z) yang terdiri dari 3 substadia, yaitu Z I - Z III. Substadia berikutnya adalah mysis (M) I-III yang pada saatnya akan bermetamorfosa menjadi post larvae (PL). Udang windu mulai ukuran PL 8 sudah banyak yang dijual ke petambak sebagai benur. Pentokolan benur windu dari PL-12 dilakukan selama dua minggu sampai satu bulan. Stadia berikutnya adalah juwana dan dewasa.
C. Pemilihan Lokasi Budi Daya
Udang laut yang memiliki toleransi tinggi terhadap faktor lingkungan adalah udang windu. Udang ini dapat hidup dan tumbuh dengan cepat pada salinitas air tawar hingga 35 ppt. Namun demikian, salinitas optimal bagi kehidupan dan dan pertumbuhannya antara 15-25 ppt. Udang windu juga memerlukan lingkungan perairan dengan kisaran suhu 28-30 0C, kadar oksigen terlarut antara 4-7 mg/l, dan bebas dari metabolisme, khususnya NH3 dan H2S serta cemaran lainnya. Kadar aman NH3-N bagi PL 30-50 adalah 0,15 mg/l. Sementara itu, bagi udang muda dan dewasa masing-masing kadar tertingginya 0,1 mg/l dan 0,08 mg/l.
D. Wadah Budi Daya
Produksi tokolan udang windu menggunakan hapa pada unit keramba jaring apung di laut. Hapa terbuat dari kain kasa warna hijau ukuran 4m x 2m x 1m. Hapa diikatkan pada rakit berukuran 6 m x 6 m. Pelampung rakit terbuat dari drum plastik bervolume 200 liter sebanyak 9 buah per unit. Rakit dilengkapi jangkar sehingga posisinya selama pemeliharaan tidak mengalami perubahan. Untuk menjaga agar benur tetap dalam kondisi optimal, setiap hapa dilengkapi dengan selter secukupnya (minimal 40 untaian setara dengan 3 m waring utuh dengan lebar 90 cm). Separuh permukaan hapa ditutup gedek bambu untuk mengurangi intensitas cahaya matahari secara langsung.
E. Pengelolaan Budidaya
1. Pentokolan
Produksi tokolan udang windu sebenarnya sudah dikenal sejak 20 tahun yang lalu dengan beragam istilah, seperti pengipukan, pendederan, pentokolan. Namun demikian, pemanfaatan tokolan baru menunjukkan perkembangan nyata sejak 5 tahun terakhir seiring dengan makin meluasnya serangan penyakit udang di tambak.
Budi daya udang windu yang biasa dilakukan dalam KJA di laut adalah pentokolan. Pentongkolan merupakan stadia awal setelah dari panti benih (hatchery). Manfaat penggunaan tongkolan antara lain masa pemeliharaan di petak pembesaran lebih singkat (90 hari) dan peluang keberhasilan panen cukup besar karena tokolan sudah tahan terhadap perubahan lingkungan. selain itu, produktivitas tambak meningkat karena musim pemeliharaan bisa ditingkatkan menjadi tiga kali per tahun, sintasan antara 70-90 %, dan efisien dalam penggunaan pakan.
Sistem pentongkolan udang windu di KJA laut telah dikembangkan dengan modifikasi dari teknologi yang telah ada. Benur yang digunakan adalah post larvae (PL) 12 yang diperoleh dari hatchery sekitar lokasi. Padat penebaran antara 2000-3000 ekor / m2.
2. Pemberian pakan
Udang windu merupakan pemakan detritus dan benthos (mahluk yang hidup di dasar perairan). Namun, udang ini sangat tanggap terhadap pakan buatan berbentuk pelet yang berkadar protein tinggi (40-42 %). Adapun pemberian pakan dalm KJA berupa pelet komersial dengan dosis menurun sesuai dengan bobot total/hari, yaitu hari ke 1 sampai hari ke 6 sebesar 50 %; hari ke 6 sampai hari ke 15 sebesar 25%; hari ke 16 sampai hari ke 25 sebesar 8 %; hari ke 26 sampai hari ke 36 sebesar 6 %; dan hari ke 36 sampai hari ke 42 sebesar 5 %. Frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari, yaitu pukul 07.00, 12.00, 17.00, dan 22.00. Produksi tokolan terbaik di KJA laut diperoleh pada masa pemeliharaan 15-30 hari dengan sintasan mencapai 73%.
F. Pengendalian hama dan penyakit
Pentongkolan benur dilakukan dalam hapa sehingga jarang ditemukan hama yang mengganggu. Mortalitas benur terutama disebabkan adanya perubahan salinitas yang mendadak dan perubahan suhu air yang mendadak.
G. Panen
Pemanenan dilakukan setelah masa pemeliharaan 15-30 hari dari benur PL 12 atau saat ada permintaan dari konsumen. Caranya yaitu dengan mengangkat waring sampai airnya kelihatan tinggal sedikit., kemudian tongkolan diambil pakai serok yang terbuat dari bahan halus/lunak. Tongkolan tersebut dimasukkan ke ember plastik yang berisi air untuk dilakukan penghitungan.
Transportasi benih dilakukan secara terbuka atau tertutup. Pengangkutan secara terbuka hanya dilakukan untuk pengangkutan jarak dekat dan jumlah tokolan tidak banyak. Untuk pengangkutan jarak jauh, tokolan dimasukkan ke dalam kantong plastik (dirangkap dua) yang berisi air (2 l) dan tokolan sekitar 1000 ekor, kemudian dimasukkan oksigen. Perbandingan oksigen dengan air adalah 3 : 1. Kantong-kantong plastik ini dimasukkan ke dalam boks styrofoam, lalu diselipkan es yang sudah dikemas kantong plastik antara kantong plastik. Tujuannya agar suhu di dalam boks sekitar 20-22 0C.
No comments :
Post a Comment